Posted by : Yanuar kemal
Rabu, 23 Juli 2014
Ditemukan adanya penyalahgunaan Jabatan di Bank Mega Cabang Bekasi-Jababeka.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) menyimpulkan kasus pembobolan dana PT Elnusa Tbk dan Pemkab
Batubara di PT Bank Mega Tbk, merupakan tindak pidana pencucian uang.
Wakil Ketua PPATK Gunadi mengatakan aliran
dana Elnusa mengarah ke perorangan dan diinvestasikan di deposito.
Sedangkan dana Pemkab Batubara mengarah ke rekening perseorangan dan
diinvestasikan deposito.
“Kami
juga menemukan adanya penyalahgunaan Jabatan di Bank Mega Cabang
Bekasi-Jababeka,” kata Gunadi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi
XI, Rabu (25/5).
Gunadi
menjelaskan, berdasarkan penelusuran PPATK sejak April 2011, dalam
kasus Elnusa terdapat 33 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM)
dan 69 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT). Untuk Dana Pemkab
Batubara, terdapat 18 LTKM dan 34 LTKT. Saat ini, PPATK telah mengirim
laporan tersebut kepada penyidik Polda dan Kejaksaan Agung.
Dalam
kasus dana Pemkab Batubara, PPATK telah membekukan 10 rekening yang
dicurigai menerima dana dari rekening Pemkab Batubara yang ada di Bank
Mega Jababeka. “Kami menstop 10 rekening yang ditengarai dari rekening
Pemerintah Kabupaten Batubara yang jumlahnya senilai Rp4,4 miliar,”
tuturnya.
Menurut Gunadi, uang Rp4,4 miliar itu bisa dapat menjadikan asset recovery Bank Mega. Selain itu, PPATK menemukan adanya kesamaan modus yang terjadi pada pembobolan di Bank Mega yakni adanya tindak pidana pencucian uang.
Atas
kasus ini, PPATK memberikan lima rekomendasi kepada Bank Indonesia (BI)
agar lebih mengamankan sistem perbankan nasional. Pertama, penyidik dan
penuntut umum harus mencantumkan adanya pengenaan sanksi pidana
pencucian uang sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU).
Kedua,
PPATK mengusulkan peningkatan kerjasama antar bank dan penyedia jasa
keuangan lainnya dalam membantu proses penyelamatan dana hasil tindak
pidana seperti penundaan transaksi dalam Pasal 26 Undang-undang PPTPPU.
Ketiga,
peningkatan peran aktif penyedia jasa keuangan, PPATK dan penegak hukum
untuk melaksanakan kewenangan yang diberikan UU PPTPPU, seperti
penundaan transaksi, penghentian sementara transaksi dan pemblokiran
guna mencegah berpindahnya dana dari hasil tindak pidana.
Kelima, penyedia jasa keuangan khususnya bank wajib melakukan enhanced due diligence dalam hal terdapat transaksi penempatan Deposito on Call (DoC)
dana milik Pemerintah Daerah/BUMN dalam jumlah yang signifikan atau
besar pada kantor cabang bank atau cabang pembantu bank yang relatif
kecil.
Sekadar catatan, Pasal 7 UU PPTPPU menyatakan, selain terkena sanksi denda, korporasi
bisa terancam izin usahanya. Sanksi berat ini berlaku jika perusahaan
ikut terlibat atau menikmati hasil kejahatan. Sanksi paling ringan
berupa denda maksimal Rp1 miliar, bila bank sebagai penyedia jasa
keuangan sengaja tidak melaporkan keberadaan transaksi mencurigakan.
BI sendiri baru saja menjatuhkan sanksi kepada Bank Mega
terkait kasus pembobolan dana Elnusa sebesar Rp111 miliar dan Pemkab
Batubara Rp80 miliar. Namun, BI memutuskan tidak mencabut izin usaha
bank milik taipan Chairul Tanjung tersebut.
Keputusan RDG
Rapat
Dewan Gubernur BI tanggal 23 Mei 2011 memutuskan; Pertama, mengenakan
sanksi kepada Bank Mega dengan menghentikan penambahan nasabah DoC baru dan perpanjangan DoC lama, termasuk untuk produk sejenis seperti Negotiable Certificate of Deposit (NCD),
selama satu tahun, menghentikan pembukaan jaringan kantor baru selama
satu tahun. Sanksi tersebut berlaku sejak 24 Mei 2011.
Kedua, BI akan melakukan fit and proper test terhadap
manajemen dan pejabat eksekutif Bank Mega. Ketiga, BI menginstruksikan
Bank Mega untuk mereview seluruh kebijakan dan prosedur, khususnya
aktivitas pendanaan (funding) termasuk penetapan target, limit
dan kewenangan untuk kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas
dan individu, baik nominal maupun suku bunga, pengaturan wilayah kerja
kantor serta mekanisme inisiasi nasabah baru.
BI juga menginstruksikan agar Bank Mega untuk memperbaiki fungsi internal control dan risk management, termasuk kecukupan jumlah auditor di setiap kantor, proses check and balance baik melalui tahapan kewenangan maupun sistem, fungsi pengawasan kantor pusat terhadap kantor-kantor di bawahnya dan prinsip know your employee.
Kemudian,
bank sentral meminta Bank Mega memberhentikan pegawai di bawah pejabat
eksekutif yang terlibat dalam kasus dana nasabah atas nama PT Elnusa dan
dana Pemkab Batubara, Sumatera Utara di KCP Bekasi Jababeka. Bank Mega
juga diinstruksikan segera membentuk escrow account senilai dana Elnusa dan Pemkab Batubara.
Pencairan escrow account tersebut
hanya dapat dilakukan dengan persetujuan BI dalam hal sudah tidak
terdapat sengketa antara bank dengan nasabah, baik yang diselesaikan
melalui keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau melalui
kesepakatan para pihak.
Kendati
telah menjatuhkan sanksi kepada Bank Mega, BI meminta nasabah bank
tersebut untuk tenang dan tidak panik. Bank sentral menilai, secara
keseluruhan kondisi keuangan bank masih tetap apik. Menurut Deputi
Gubernur BI Halim Alamsyah, Bank Mega bukanlah bank yang buruk. Hanya
saja, kelemahan terjadi di dalam konteks koordinasi kantor cabang dengan
kantor pusat.
“Bank Mega tetap baik, kondisi permodalan bank ini tetap kuat dengan likuiditas sangat likuid,” ujarnya di tempat yang sama.
Menurut sumeber yang saya baca :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dde1e60a8a3a/kasus-bank-mega-money-laundering